Menurut catatan sejarawan, hindia-belanda (Indonesia) sudah menjadi tawanan asing. Budak dalam negeri sendiri. 3.5 abad yang tercatat dalam catatan si kakek tua berkacamata yang disebut sejarah. Waktu yang tidak singkat untuk meletakkan kata Indonesia diatas peta dunia. Dan tentunya garam perbudakan sudah menkristal solid tak terpecahkan.
Jika ditinjau dari usia perbudakan yang nampak, anak cucu bangsa ini seharusnya sadar begitu pahitnya garam waktu tempo dulu. Memutar waktu kembali dan menghirup udara surga pribumi seperti si kulit putih tak akan terjadi Bagi yang memiliki otak normal.
Indonesia berbeda yang diekspektasikan otak normal. Nampaknya sindrom plagiarisme menjadi trend setter yang cukup dominan. Adu domba, penjajahan modern (korupsi) yang berganti baju tapi makna tetap sama.
Disaat negara lain berjuang tumpah darah dengan timah panas, bangsa ini cukup dengan bambu runcing dan keyakinan. Pelbagai jenis kulit, ras, suku, bahasa, dan agama senada seiring terbangun dan terbaring demi menegakkan bendera pusaka merah putih. Maka terheranlah seluruh dunia dengan bangsa merdeka yang didik oleh sang tuan pemilik tanah.
Sapi perah berhenti mengejutkan dan mengusir tuan-tuan kompeni. 69 tahun silam Indonesia bangun, tapi kini bangun untuk tertidur kembali. Aneh, tak habis pikir dengan sindrom plagiarisme kompeni modern.
69 tahun kemudian, disaat dunia semakin sempit dihimpit oleh teknologi. Kompeni modern tumbuh pesat bak jamur musim hujan. Mati satu tumbuh berkembang berkali lipat. Rakayat dijadikan sapi perahm, konflik sosial antar ras suku, bahasa bahkan agama memperebutkan tahta.
Seharusnya indonesia akan menjadi sentrisme dunia seperti matahari dalam teori galileo. Negara lain akan datang kepada indonesia sebagai objek pengetahuan dunia dalam pebentukan tipologi ideal negara yang berintegritas adil dan makmur.
Melihat realita yang terjadi, dewasa ini banyak hal yang mampu pemuda kerjakan menuntaskan tugas terakhir negara ini yang meredeka 100 %. Dengan kepercayaan tinggi melepas budaya plagiatrisme kompeni modern, sudah selayaknya menggantikan tradisi zaman batu. Untuk hal itu lah sejak dini, kaum muda intelegensi segera mungki menempatkan post diantara margin yang begitu jauh. Penulis menyadari akan hal tersebut. Semenjak penyadaran terus berjalan, maka penulis berkontribusi dalam mengaplikasikan keinginan founding father. Bergerrak dalam bidang kaderisasi mennjadi tempat yang sempurna bagi penulis dalam turut serta merekayasa pembentukan kepemimpinan. Dengan terus mengkampanyekan kebaikan anti plagiarisme kompeni modern.
Dalam menuju pencapaian indonesia ideal, pemimpin seharusnya mampu merekayasa seluruh bidang kedalam ranah grassroot. Dengan pemberdayaan kalangan bawah dapat menjadi sangat efektif dan tentunya berjangka panjang. Perbedayaan dalam hal ini bermakna yaitu masyarakat diberdayakan, diajarkan dan kemudian diarahkan untuk mandiri setelah itu merekayasa masyarakat untuk mampu memberdayakan orang lain disekitarnya. Terlebih lagi sektor ekonomi menjadi prioritas utama yang harus dipikirkan pemimpin.
Seperti halnya ridwan kamil di
bandung, beliau mampu memberdayakan anak-anak muda dengan memperkuat
komunitas-komunitas ataupun membentuk komunitas-komintas lainya. Peran anak
muda disitulah menjadi penting selanjutnya. Bagitupun penulis akan lebih suka
terjun dan memberikan pengawalan secara intensif ditengah tengah grassroot.
“Perubahan merupakan sebuah
kepastian yang tak terelakkan, perubahan yang mampu bertahan jangka panjang
ialah perubahan pola pikir..”
0 komentar :
Post a Comment