Antara Indonesia, Malaysia dan Singapura


Antara Indonesia, Malaysia dan Singapura di publish oleh Pojoksamber.com
Perjalan sekitar bersama teman-teman komunitas cangkir menjelejah Negara lainya selama 5 hari di Malasysia, Singapura dan kembali lagi Indonesia, dengan bermodal beras satu kilo kering tempe sebungkus dan pakaian yang hanya cukup satu tas. Intinya, tak seperti orang lain yang berpegian ke luar negeri. Uang yang tak cukup ditampung di dompet, bagasi pakaian yang besar dan bermukim cukup lama di wisata setempat. Kami menyebutnya mbolang ataupun isitilah lainya backpacker, terserah apapun namanya yang past kami dapat berangkat dan kembali lagi beraktifitas seperti biasanya dengan membawa beragam pengalaman berharga untuk dibagikan. Terutama perbedaan dari tiga Negara ini; Indonesia, Malaysia dan Singapura.
Saat pertama kali yang dipikirkan setiap orang jika berpergian ke Malaysia pasti hal yang pertama yang akan di catat didalam buku agenda perjalan mereka yaitu Menara Kembar Petronas, atau melakukan perjalanan dengan transportasi super cepat monorail. Sedangkan jika kita ke singapura yang akan dilirik pertama kali di daerah wisata foto,  Merlion. Dengan kata lain, tak akan terasa berpegian ke Malaysia atau singapura jika tak sempat menikmati tempat tempat tersebut.
Walaupun demikian jauh dan dengan waktu singkat, perjalan panjang yang melelahkan itu mencatatkan nama kami untuk sempat menikmati indahnya negeri seberang. Dan 10 orang yang berbeda latar belakang dengan bekal ala kadarnya akhirnya bersama sama singgah di sana.
Gedung Pencakar Langit dan Tata Kota
Saat pertama kali pesawat mendaratkan di Bandara Internasional Kuala Lumpur, ribuan pohon sawit yang menyapa. Pertanyaan pertama yang terbesit justru, ini Malaysia? Namun setelah meninggalkan bandara dan menduduki bus kota baru lah pertanyaan awal terbantahkan dengan melihat gedung-gedung yang tertata dengan baik dan tentu iri melihat kebersihan kota yang jomblang jika dibandingkan dengan negara sendiri.
Penulis mencatat beberapa icon negara Malaysia dengan Twin Tower nya dan  Singapura dengan wisata foto di Merlion, dan tentu bangunan lainya yang tak kalah indah. Negara dengan populasi sekitar 32 jiwa jika digabungkan (Malaysia dan singapura)  berbanding 1:8, 237 jutaan dengan Indonesia dan dengan wilayah yang cukup kecil.
Jika mengkomparasi bangunan dan tata kota tiap-tiap negara tentu Indonesia jauh tertinggal. Bangunan dan tata kota yang sengaja dibentuk sedmikian rupa sehingga tidak meninggalkan ruang public yg tidak termanfaatkan. Destinasi wisata foto dapat menjadi pilihan dengan ruang sempit yang ada, misal lihat singapura sekitar daerah merlion. Saat penulis turun dari kereta lorong-lorong keluar di hiasi dengan gambar dan kalimat kalimat menarik yang membuat pengunjung tak mungkin melewatkan moment tersebut. Tugu tugu, bangku pengunjung  dan pepohonan kecil ditengah taman membuat ruang publik ditengah himpitan gedung pencakar langit. Burung-burung dara yang dipelihara negara terbang bebas mendarat di taman memberikan kesan natural di tengah tingginya semen dan kaca. Takjub dan terheran adalah pemikiran awal yang muncul ketika melihatnya.
Bunga-bunga yang tumbuh di trotoar jalan, dan menjadi penghias lampu-lampu pengguna pejalan kaki seakan melihat kota yang luas dengan keasrian terjaga. Ruang publik terasa luas dan nyamana seakan memanggil pengunjung menghampiri dan beristirhata sejenak untuk sekedar menghilangkan rasa jenuh dan lelah.
Destinasi Kebudayaan Indonesia
Tak bisa dipungkiri jika Indonesia tertinggal jauh dengan pembangunan fisik diantara Malaysia dan singapura. Walau lebih tua usia nya jika dihitung dari kemerdekaannya, tetap saja tak mampu mengungguli negara yang dikisar lebih muda. Tata kota yang serampangan tanpa ada nya perencaanaan berkala panjang membuat ruang publik di Indonesia sulit dikelola dengan baik. Transportasi yang semrawut meerparah keaadaan yang ada. Kesadaran akan kebersihan menjaga ruang publik berefek pula dengan kenyamanan mata memandang ruang publik sebagai ruangan relaksasi melepas jenuhnya kesibukan kerja. Adapun harus dicapai dengan waktu yang tidak singkat.
Namun Indonesia sebenarnya memiliki destinasi secara kuantitas lebih banyak dibanding 2 negara tersebut. Jika ingin mengguli dengan negara lain justru penulis kira bukan bangunan yang menjadi prioritas utama sebagai destinasi wisata. Justru akan telat dan tertinggal jauh jika harus dimulai, namun bukan berarti tidak untuk di lirik.Sektor lain misal Kebudayaan yang lahir dari sabang sampai merauke dapat menjadi andalan utama. Dengan memperbaiki dan mengkampanyekan kebudayaan lokal akan menjadi pionir utama. Belum lagi jika melirik destinasi pantai yang menghampar.
Penulis  mengambil satu contoh kebudayaan Indonesia yang tak dimiliki negara lain, yaitu gotong royong. Penulis mengamati bahwa gotong royong juga dapat menjadi pondasi awal merekontruksi segala sektor. Hasil kebudayaan yang sudah mendarah daging dan sarat akan historis yang memunculkannya negara yang disebut Indonesia.
Akhirnya dengan menyematkan teori gravitasi dalam tulisan ini, kurang lebih seperti “setinggi tinggi benda yang dilemparkan ke atas maka pasti akan kembali pada titik awal” penulis mengharapkan sejauh perjalanan kaki mendaki ilmu maka sudah selayaknya untuk kembali dan memperbaiki kampung halamannya.

0 komentar :