Peluang Calon Perempuan


Oleh : Diyan Ahmad Saputra 

( Pegiat Komunitas CangKir, Bergiat di Sai Wawai Institute)
Minus calon perempuan dalam Pilkada Lampung 9 Desember mendatang. Dari 29 Pasangan, hanya terdapat tiga perempuan yang maju dalam Pilkada. Mereka adalah Chusnunia Chalim di Lampung Timur, Megasari di Metro dan Erlina di Pesisir Barat. Kebetulan ketiganya berlatar belakang politisi dan aktifis organisasi sosial.


Saya memahami bahwa rendahnya partisipasi politik perempuan juga disebabkan oleh kurangnya pendidikan politik dan pendidikan pemilih (voter education and political education), khususnya di negara-negara berkembang Hal ini mempengaruhi aksesibilitas, voice dan partisipasi mereka dalam sistem politik, baik pemilu maupun Pilkada.

Terlebih hal ini juga dipengaruhi oleh kenyataan bahwa banyak perempuan di negara-negara berkembang dikungkung oleh budaya patriarki yang kurang mendukung partisipasi perempuan dalam sistem politik dan kebijakan publik. Meski demikian , belakangan kita juga dapat melihat pemimpin perempuan yang sukses memimpin daerahnya. Pada gilirannya orang tidak lagi mempersoalkan jenis kelamin, agama, suku dll. Publik semakin cerdas dalam menilai calon pemimpin beradasarkan kapasitas, track record, dan integritas.
Di Indonesia kini fenomena kepala daerah perempuan juga sudah muncul. Sebut saja Tri Rismaharini di Surabaya, Rita Widyasari di Kutai Kartanegara, Illiza Saaduddin Djamal di Banda Aceh, Anna Sophanah di Indramayu, Widya Kandi Susanti di Kendal, Siti Masitha Soeparno di Tegal, Ni Putu Eka Wiryastuti di Tabanan, Idza Priyanti di Brebes. Tentu masih banyak lagi yang mungkin penulis tidak ketahui.
Peluang Perempuan
Melihat jumlah pemilih perempuan yang tak kalah dengan laki-laki, pada pemilu mendatang mereka merupakan sasaran potensial untuk dibidik. Di Lampung Timur misalnya dari 1.105.990 jiwa penduduk 534.658 jiwanya adalah perempuan. Di Metro dari 151.669 jiwa penduduk , 75.530 jiwannya adalah perempuan. Sementara Pesisir Barat dengan penduduk 163.321 jiwa sebagiannya juga mungkin adalah perempuan.

Munculnya calon perempuan di Pilkada serentak di Lampung tentu melahirkan pertanyaan penting sejauh mana peran politik mereka dalam kontestasi politik, apakah sebagai pelengkap saja atau justru sebagai faktor yang menentukan. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya , calon perempuan sesungguhnya memiliki peluang untuk menjadi faktor yang menentukan dalam Pilkada.
Pertanyanya adalah sejauh mana kemampuan para calon perempuan untuk mengkomunikasikan program-program mereka dan melakukan advokasi terhadap masalah-masalah yang kerap menimpa dan dekat dengan kalangan perempuan. Ujian untuk menguji komitmen, integritas apakah calon perempuan berani untuk lebih banyak turun tangan alias terlibat langsung di tengah-tengah masyarakat, khususnya perempuan. Tidak kalah pentingnya adalah bagaimana calon perempuan memiliki kepekaan dalam menangkap kebutuhan konstituen dan mengartikulasikannya ke dalam kampanye. Kepekaan terhadap isu-isu lokal yang berkaitan dengan kepentingan perempuan. Dibutuhkan suatu strategi khusus untuk mengambil hati pemilih perempuan. Perlu diketahui bahwa pemilih perempuan dalam menentukan pilihan politiknya, seringkali berdasarkan pada faktor emosional, sosiologis, rasional dan politis.

Dengan potensi pemilih perempuan yang besar wajar bila para kandidat berusaha untuk menarik simpati perempuan. Hal yang tak kalah pentingnya adalah beberapa kelompok maupun organisasi perempuan lebih solid semisal kelompok-kelompok pengajian sehingga mudah untuk ajang sosialisasi dan diorganisir. Dengan satu kali kunjungan, target akan meluas karena banyaknya personal yang datang. Di Lampung sendiri sudah ada kepala daerah yang telah membuktikannya.

Berbagai riset mengatakan bahwa mendekati pemilih perempuan, memang tidak semudah yang dibayangkan. Persamaan jenis kelamin tidak serta merta secara otomatis menggerakan pemilih perempuan untuk memilih calon perempuan. Meski demikian seiring dengan perkembangan teknologi dan akses informasi kemajuan teknologi dan akses informasi saat ini, membuat pemilih perempuan lebih independen dalam menentukan pilihan politik. Tak sedikit perempuan yang keluar dari kungkungan struktural ataupun kultural yang mengekangnya. Dengan demikian, tidak sedikit pemilih perempuan yang berani menunjukkan perbedaan pilihan politik dengan suami dan orang tuanya.

Calon perempuan yang bertarung di Pilkada 9 Desember mendatang sesungguhnya memiliki kans yang sama besarnya dengan kandidat lainnya sepanjang mereka mampu menunjukan perbedaan kualiatas yang mereka miliki dan kemampuan mengkomunikasikannya kepada pemilih. Akhirnya , penulis menyampaikan hormat kepada perempuan-perempuan pemberani yang bertarung dalam Pilkada. Pramoedya Ananta Toer pernah berkata “Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?”


*Diterbitkan oleh Koran Fajar Sumatera edisi 06/08/2015


0 komentar :