Nahkoda Pendidikan 2014-2019 ?
Tahun esok, tak terelakan
Indonesia menjadi bagian negara yang terlibat dalam ASEAN Economic community.
Sebagai anggota maka negara sudah seharusnya membutuhkan manusia (SDM) yang
unggul secara kualitas dan kuantitas. Agar tak menjadi kuli dalam tanah
sendiri. Dan pendidikan menjadi ujung tombak pertahanan yang tangguh.
Dengan adanya pendidikan
akan mewujudkan bibit unggul guna bersaing dalam dunia nasional maupun global.
Sebab, lewat pendidikan itulah manusia berkulitas akan menjadi tolak ukur
kemajuan suatu bangsa. Dan sebaliknya manusia yang berilmu keterbelakangan
menjadikan bangsanya terbelakang.
Menilisik lebih jauh,
pendidikan menjadikan the only one power yang merekayasa manusia agar
mampu bersaing dengan manusia-manusia bangsa lainya. Dalam tataran inilah
perdaban bangsa indonesia dapat bergulat dan bersaing dalam AEC. Oleh karna
itu, pemerintah harus sadar sebagai mana menjalankan tugas negara harus mampu
mengali lebih dalam potensi sumber daya alam anak bangsa dan lebih dari itu
harus mampu merekayasa SDM seiring berjalan.
Sadar akan peranan
pendidikan sebagai penjaga sekaligus tameng entitas warga dalam wajah
internasional. Menjadi bentuk kewajaran pendidikan sebagai prioritas rekayasa
sosial bangsa. Relevansi ini menjadi elan vital yang harus dipertanggung
jawabkan negara terhadap rakyat. Namun tak selesai dengan hasrat menyatarakan
bangsa (Indonesia) di wajah asia. Pendidikan anak bangsa tak pelak persoalan
kalsik tanpa adanya kepastian.
Dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional (Sisdiknas) dan UUD 1945 bahwa negara harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan
efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu
dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan
Dengan demikian tugas
indonesia (pemerintah) tidak hanya pasif dengan mencari bongkahan intan (SDM)
diatas daratan. Namun harus aktif mengali kedalam lapisan bumi terdalam. Sikap
aktif negara inilah yang dibutuhkan untuk memberi ruang pendidikan bagi seluruh
tanpa terkecuali bagi rakyatnya.
Namun, berlainan jalan
dengan keinginan negara merekayasa manusia berkualitas. Justru problematika
pendidikan tidak dijadikan sebagai prioritas. Terlihat dengan peraturan yang
diberlakukan terkait uang kuliah tunggal (PERMENDIKBUD No 25 Th 2013).
Pendidikan masih tergolong tinggi hanya sekedar berganti baju dengan aturan
lama. Tak ada harga murah bagi pendidikan di Indonesia, bahkan lebih parahnya
standarisasi minimum yang diberikan untuk mahasiswa miskin 5 %. Bagaimana mana
ma mengentaskan kemiskinan melalui pendidikan. Ironis memang melihat sistem yang
tak pro terhadap rakyat. Standarisasi minimun yang diberikan saja tak lebih
kurang dari setengah (11,7 %) presenatase kemiskinan di bps.go.id.
Sistem UKT yang
dilaksanakan saat ini, tak sama sekali merubah tingginya biaya pendidikan.
Bagaimana rakyat menengah kebawah dapat mengenyam pendidikan yang layak jika
masih tak revolusi dalam tubuh pendidikan bangsa ini Seolah semakin tinggi
strata instansi pendidikan maka sepadan dengan kucuran dana yang harus
dibiayakan. pendidikan sejatinya diperuntukkan untuk menciptakan manusia untuk
meningkatkan daya kreativitas agar bisa menegakkan kesejathteraan manusia. Dalam
bahasasa freire, pendidikan diperuntukan untuk memanusiakan manusia. Sudah manusiawikah
negara menghambat masyarakatnya untuk sejahtera.
Belum lagi melirik
persoalan lainya, masalah ini saja nampak diabaikan. Ataukah hanya mampu sampai
dititik ini saja peran negara ?
Sebagai tahun politik,
tugas besar untuk kabinet Jokowi menyelesaikan persoalan bangsa yang salah
satunya ialah pendidikan. Kerja keras dan team work akan sangat dibutuhkan guna
penyelesaian masalah pendidikan bangsa. Salah menempatkan nahkoda (menteri
pendidikan) maka dengan sengaja menenggelamkan rakyatnya. Selamat bekerja pak
joko !
Oleh :
Diyan ahmad saputra
Kader HMI Cabang Metro
0 komentar :
Post a Comment